MAKALAH
BELAJAR PEMBELAJARAN
KETENTUAN
DAN PROSEDUR PEMBELAJARAN BERBASIS NILAI
Oleh
: Lia Herliawati (1112011000030)
A. Pengertian Pembelajaran Berbasis Nilai
Belajar merupakan aktivitas interaksi aktif individu
terhadap lingkungan sehingga terjadi perubahan tingkah laku. Sementara itu,
pembelajaran adalah penyediaan kondisi yang mengakibatkan terjadinya proses
belajar pada diri peserta didik.[1]
Sedangkan Nilai-nilai
(values) adalah seperangkat keyakinan dan sikap mengenai bagaimana sesuatu itu
seharusnya. Nilai-nilai mencerminkan dimensi intrapersonal dari moralitas.[2]
Hakikat
belajar sebagaimana dikemukakan oleh Al-Farabi merupakan
proses mencari ilmu pengetahuan yang muaranya tiada lain untuk memperoleh
nilai-nilai, ilmu pengetahuan, dan keterampilan praktis dalam upaya untuk
menjadi manusia yang sempurna (al-Insan al-Kamil).[3]
Dari pengertian-pengertian diatas, dapat di
simpulkan bahwa pembelajaran berbasis nilai merupakan penyediaan kondisi yang
mengakibatkan terjadinya proses belajar pada diri peserta didik yang bertujuan
untuk memperoleh nilai-nilai, ilmu pengetahuan, dan keterampilan praktis.
B. Taksonomi Pembelajaran Berbasis Nilai
Taksonomi
pembelajaran adalah klasifikasi tujuan pembelajaran berdasarkan domain
pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diidentifikasi dalam tiga domain;
kognitif, afektif, dan psikomotorik.[4]
Dari tiga domain dalam taksonomi
pembelajaran tersebut, yang paling erat kaitannya dengan pembelajaran berbasis
nilai yaitu domain afektif. Karena domain afektif meliputi segala sesuatu yang
berhubungan dengan hal-hal yang bersifat emosional, seperti perasaan, nilai,
apresiasi, antusiasme, motivasi, dan sikap. Kategori afeksi mencakup kemampuan
umum seperti penerimaan, tanggapan, penilaian, organisasi, sampai pada tingkat
kemampuan kompleks seperti penilaian kompleks, atau disebut dengan pembentukan
gaya hidup.[5]
Penerimaan adalah kesadaran atau
sensitivitas terhadap adanya ide-ide tertentu, bahan, atau fenomena. Artinya
kesediaan peserta didik untuk menghadiri berbagai aktivitas yang berhubungan
dengan mata pelajaran tertentu. Hal ini berkaitan dengan upaya untuk
mendapatkan, memegang, dan mengarahkan perhatian peserta didik dengan bentuk
kesadaran sederhana yang merupakan tingkat terendah dari domain afektif.
Tanggapan merujuk kepada tingkat yang
lebih tinggi berupa partisipasi aktif dari peserta didik dalam menerima
disertai dengan reaksi tertentu. Penilaian berkaitan dengan nilai yang melekat
pada peserta didik tentang objek tertentu, fenomena, atau perilaku yang
berimplikasi pada tingkat penerimaan dan komitmen. Pencapaian hasil belajar
teridentifikasi dengan jelas dari ranah penilaian. Organisasi merujuk pada
upaya menyatukan nilai yang berbeda, menyelesaikan konflik, dan membangun sistem
nilai internal yang konsisten. Penekanannya berada pada perbandingan, hubungan,
dan sintesis terhadap hasil belajar dan interaksi interpersonal yang
signifikan. Pada tingkat tertinggi dari domain afektif, ditandai dengan
penilaian kompleks, sistem nilai peserta didik mengontrol perilaku dalam waktu
yang cukup lama guna membentuk gaya hidup atau karakter. Belajar pada tingkat
ini mencakup berbagai aktivitas, sosial, serta individu. Domain afektif dalam
tujuan pembelajaran dapat digambarkan sebagai berikut[6]
:
Internalisasi
|
||||
Organisasi
|
integrasi
nilai -
|
|||
Penilaian
|
membuat
konsep
|
nilai
ke dalam
|
||
Tanggapan
|
memberikan
|
nilai
dan meme-
|
system
yang
|
|
Penerimaan
|
Menanggapi
|
penilaian
dan
|
cahkan
perbedaan
|
mengontrol
|
Mengikuti
|
stimulus
|
kelayakan
sesuatu
|
nilai-nilai
yg ada
|
perilaku
|
Gambar
1 Proses Domain Afeksi
Berdasarkan klasifikasi domain proses
afeksi sebagaimana digambarkan diatas, maka penjelasan tentang tingkatan dan
kata kerja operasional sebagai berikut[7]
:
Tabel
1 Proses Domain Afeksi
Penerimaan :
contoh : mendengarkan orang lain
dengan hormat, mengingat nama orang yang baru diperkenalkan.
|
kata kerja operasional :
menanyakan, memilih, mendeskripsi-kan,
mengikuti, memberikan, meme-gang, mengidentifikasi, meletakkan, memberi nama,
menunjuk, menduduk-kan, menegakkan, menggunakan.
|
Pemberian tanggapan :
Contoh : berpartisipasi dalam diskusi
kelas, memberikan presentasi, pertanyaan cita-cita baru, konsep, model, dan
lain-lain, menge-tahui aturan keselamatan dan mempraktik-kannya.
|
kata
kerja operasional :
menjawab, menolong, membantu, me-nyesuaikan,
mengonfirmasi, mendis-kusikan, menyapa, membuat label, melakukan,
mempraktikkan, menyaji-kan, membaca, mendeklamasikan, me-laporkan, memilih,
mengatakan, menulis.
|
Penilaian :
Contoh : menunjukkan kepercayaan dalam
proses demokrasi, sensitif terhadap individu dan perbedaan budaya,
menunjukkan kemampuan untuk memecahkan masalah, mengusulkan rencana perbaikan
sosial dan mengikuti dengan komitmen, serta mengelola hal-hal yang memiliki
kekuatan.
|
kata
kerja operasional :
menyelesaikan, mendemonstrasikan,
membedakan, menjelaskan, mengikuti, membentuk, memulai, mengundang,
bergabung, membenarkan, mengusul-kan, menyimak, melaporkan, memilih, membagi,
mengkaji.
|
Pengorganisasian :
Contoh : menyadari kebutuhan untuk
menyeimbangkan antara kebebasan dan perilaku yang bertanggung jawab, menerima
tanggung jawab atas perilaku seseorang, menjelaskan peran perencanaan
sistematis dalam memecahkan masalah, menerima standar etika professional,
membuat rencana hidup selaras dengan kemempuan, minat, dan keyakinan,
memprioritaskan waktu secara efektif untuk memenuhi kebutuhan organisasi,
keluarga, dan diri.
|
kata
kerja operasional :
melekat, mengubah, menyusun,
menggabungkan, membandingkan, mempertahankan, membela, menjelas-kan,
merumuskan, menggeneralisasi, mengidentifikasi, menggabungkan, memodifiasi,
memerintah, mengorga-nisasi, mempersiapkan, menghubung-kan, mensintesis.
|
Internalisasi :
Contoh : menampilkan kemandirian
ketika bekerja secara independen, bekerja sama dalam kegiatan kelompok,
menggunakan pendekatan objektif dalam pemecahan masalah, menampilkan komitmen
professional untuk praktik etis, merevisi penilaian dan perubahan perilaku
dalam hubungannya dengan adanya kejadian baru, dan menilai orang apa adanya,
bukan bagaimana mereka terlihat.
|
kata
kerja operasional :
menindaki, memberi perlakuan,
mem-perbedakan, mempertunjukkan, me-mengaruhi, mendengarkan, memodifi-kasi,
mengusulkan, memenuhi syarat, mempertanyakan, merevisi, melayani, memecahkan
(persoalan), mem-verifikasi.
|
Jika menggunakan hierarki Krathwohl
dalam merancang pembelajaran di lingkungan kita masing-masing, maka peserta didik
tidak saja didorong untuk menerima informasi yang disajikan melalui proses
pembelajaran, tetapi harus diarahkan pada bagaimana memberi tanggapan,
melakukan penilaian, mengelola dalam berbagai bentuk dan variasi, melainkan
juga harus diarahkan pada bagaimana membentuk pribadi yang mandiri sehingga memiliki karakter untuk
berbicara dan menyampaikan pendapat, bersikap, dan berperilaku.[8]
Dalam taksonomi Bloom, komponen afeksi
yang berhubungan dengan aspek emosional manusia adalah sikap. Sikap merupakan
pola pikir atau kecenderungan untuk bertindak dengan cara tertentu disebabkan
oleh pengalaman dan temperamen idividu. Pada hakikatnya Sikap adalah kombinasi
dari kepribadian (personality), yang mencakup keyakinan, nilai,
perilaku, dan motivasi. Oleh karena itu, sikap berhubungan langsung dengan
emosi dan juga keputusan untuk mengambil tindakan, bukan produk dari
pengetahuan. Artinya, sikap timbul dari suatu kepercayaan atau keyakinan
terhadap sesuatu yang diikuti dengan emosi, sikap memiliki pengaruh langsung
pada pilihan individu untuk melakukan tindakan.[9]
C. Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan
pembelajaran adalah sekumpulan asumsi yang saling berhubungan dan terkait
dengan pembelajaran. Pendekatan pembelajaran mengacu pada sebuah teori belajar
yang digunakan sebagai prinsip dalam proses belajar-mengajar.[10]
Pendekatan
pembelajaran yang sering digunakan adalah pendekatan kontekstual (Contextual
Teaching and Learning) atau disingkat CTL. Pendekatan kontekstual (CTL)
merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan konten pelajaran dengan
situasi dunia nyata dan memotivasi peserta didik membuat hubungan antara
pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga,
warga negara, dan / atau tenaga kerja. Pendekatan CTL merupakan reaksi terhadap
teori behaviorisme. Pendekatan CTL menganggap bahwa belajar merupakan proses
yang kompleks dan multitahap dan terjadi tanpa prinsip stimulus-respons.[11]
D. Model Pembelajaran
Joyce
dan Weil[12]
membagi model pembelajaran dalam empat kelompok, yaitu : pertama, Kelompok
model pembelajaran perilaku (Behavioral systems family); kedua,
Kelompok model pembelajaran pemrosesan informasi (information processing
family); ketiga, Kelompok model pembelajaran interaksi sosial (social
family); dan keempat, Kelompok model pembelajaran personal (personal
family). Tujuan utama menggunakan pembelajaran ini adalah: 1) membantu
peserta didik bekerja bersama untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah;
2) mengembangkan keterampilan berhubungan dengan orang lain; dan 3) menyadari
nilai-nilai pribadi dan sosial.
Berikut
ini merupakan model yang mendukung
berjalannya pembelajaran berbasis nilai, disertai dengan sintaks, sistem sosial, prinsip reaksi, dan sistem
pendukungnya[13] :
1. Model
pembelajaran investigasi kelompok
a. Sintaks
Fase 1 : Dihadapkan
dengan situasi atau sebuah teka-teki
Fase 2 : Eksplorasi
reaksi terhadap situasi
Fase 3 : Merumuskan
tugas dan organisasi belajar
Fase 4 : Belajar
mandiri dan berkelompok
Fase 5 : menganalis
kemajuan dan proses belajar
Melakukan aktivitas
berulang (siklus)
b. Sistem
sosial
Suasana harus mendukung
kegiatan belajar, dimana negosiasi dibutuhkan oleh peserta didik. Pembelajaran
dilakukan untuk membangun iklim kooperatif dalam melakukan penyelesaian masalah
secara demokratis.
c. Prinsip
reaksi
Guru bertindak sebagai
fasilitator dengan membantu peserta didik dalam merumuskan rencana,
melaksanakan proses, mengatur kerja kelompok, dan sebagainya. Peserta didik
menentukan jenis informasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah,
merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, serta mengevaluasi hasil yang
diperoleh secara berkelompok.
d. Sistem
pendukung
Lingkungan belajar
harus dapat merespons atau mendukung kebutuhan peserta didik.
e. Dampak
Deskripsi dampak
instruksional dan pengiring model pembelajaran investigasi berkelompok adalah
sebagai berikut.
Gambar
2 Dampak model pembelajaran investigasi kelompok
2. Model
pembelajaran bermain peran[14]
a. Sintaks
Fase
1 : Hangatkan suasana, Identifikasi atau berikan permasalahan , Nyatakan
permasalahan secara eksplisit, Interpretasi cerita permasalahan, Jelaskan
tentang permainan peran
Fase
2 : Pilih peserta yang akan berpartisifasi, Analisis peran yang akan
dima-inkan, Pilih pemain peran
Fase
3: Atur suasana dan tempat permainan peran, Atur jalannya cerita dan tindakan
yang akan dilakukan, Atur situasi permasalahan yang akan dimainkan
Fase
4: Persiapkan pengamat, Tentukan apa yang akan diamati, Berikan tugas
pengamatan
Fase
5 : Lakukan permainan, Mulai bermain peran, Lakukan permainan, berhenti
sementara
Fase
6: Diskusi dan evaluasi, Telaah tindakan dalam permainan peran, Dis-kusikan
fokus utama, Kembangkan tindakan peran selanjutnya
Fase 7: Beraksi Kembali, Lakukan peran yang telah
direvisi, Berikan saran untuk tahap selanjutnya
Fase
8 : Diskusi dan evaluasi seperti pada
fase 6
Fase
9: Berbagi pengalaman dan melakukan generalisasi, Hubungkan situasi permainan
dengan permasalahan yang dibahasatau permasalahan nyata, Eksplorasi
prinsip-prinsip umum tentang perilaku.
b. Sistem
sosial
Guru bertanggung jawab
memulai pembelajaran dan membimbing peserta didik dalam setiap fase. Isi
diskusi dan permainan peran sebagian besar ditentukan oleh peserta didik.
c. Prinsip
reaksi
Guru menerima respons
semua peserta didik tanpa melakukan penilaian, menolong siswa melakukan
eksplorasi permasalahan dari berbagai sudut pandang, dan membandingkan beberapa
pandangan. Tingkatkan kesadaran peserta didik akan pandangan dan perasaannya
dengan melakukan refleksi, menerangkan, dan merangkum respons peserta didik.
Tekankan bahwa ada beberapa alternatif untuk menyelesaikan permasalahan.
d. Sistem
pendukung
Pembelajaran ini
membutuhkan dukungan bahan dan alat yang diperlukan untuk menyajikan
permasalahan dan jalan cerita permainan.
e. Dampak
Dampak instruksional
dan pendamping model pembelajaran bermain peran dideskripsikan dalam bagan
berikut.
|
Gambar
3 Dampak model pembelajaran bermain peran
[1] Dr. Ridwan Abdullah Sani, M.Si. Inovasi
Pembelajaran, (Jakarta : Bumi Aksara, 2013) hal. 40
[2] John W. Santrock, Remaja, (
Penerbit Erlangga, 2007) hal.326
[3] Dr. Muhammad Yaumi, M.Hum.,
M.A., Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2013), hal. 27
[4] Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip
Desain Pembelajaran ….., hal. 88
[5] Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip
Desain Pembelajaran ….., hal. 94
[6] Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip
Desain Pembelajaran ….., hal. 95
[7] Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip
Desain Pembelajaran ….., hal. 95
[8] Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip
Desain Pembelajaran ….., hal.97
[9] Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip
Desain Pembelajaran ….., hal.107
[10] Ridwan Abdullah Sani, Inovasi
Pembelajaran….., hal.91
[11] Ridwan Abdullah Sani, Inovasi Pembelajaran….., hal.92
[12] Ridwan Abdullah Sani, Inovasi
Pembelajaran….., hal.98
[13] Ridwan Abdullah Sani, Inovasi
Pembelajaran….., hal.105
[14] Ridwan Abdullah Sani, Inovasi
Pembelajaran….., hal.106
No comments:
Post a Comment