Tuesday, 11 March 2014



MAKALAH BELAJAR PEMBELAJARAN
KETENTUAN DAN PROSEDUR PEMBELAJARAN BERBASIS NILAI
Oleh : Lia Herliawati  (­1112011000030)
A.    Pengertian Pembelajaran Berbasis Nilai
Belajar merupakan aktivitas interaksi aktif individu terhadap lingkungan sehingga terjadi perubahan tingkah laku. Sementara itu, pembelajaran adalah penyediaan kondisi yang mengakibatkan terjadinya proses belajar pada diri peserta didik.[1] Sedangkan Nilai-nilai (values) adalah seperangkat keyakinan dan sikap mengenai bagaimana sesuatu itu seharusnya. Nilai-nilai mencerminkan dimensi intrapersonal dari moralitas.[2]
Hakikat belajar sebagaimana dikemukakan oleh Al-Farabi merupakan proses mencari ilmu pengetahuan yang muaranya tiada lain untuk memperoleh nilai-nilai, ilmu pengetahuan, dan keterampilan praktis dalam upaya untuk menjadi manusia yang sempurna (al-Insan al-Kamil).[3]
Dari pengertian-pengertian diatas, dapat di simpulkan bahwa pembelajaran berbasis nilai merupakan penyediaan kondisi yang mengakibatkan terjadinya proses belajar pada diri peserta didik yang bertujuan untuk memperoleh nilai-nilai, ilmu pengetahuan, dan keterampilan praktis.

B.     Taksonomi Pembelajaran Berbasis Nilai
Taksonomi pembelajaran adalah klasifikasi tujuan pembelajaran berdasarkan domain pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diidentifikasi dalam tiga domain; kognitif, afektif, dan psikomotorik.[4]
Dari tiga domain dalam taksonomi pembelajaran tersebut, yang paling erat kaitannya dengan pembelajaran berbasis nilai yaitu domain afektif. Karena domain afektif meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan hal-hal yang bersifat emosional, seperti perasaan, nilai, apresiasi, antusiasme, motivasi, dan sikap. Kategori afeksi mencakup kemampuan umum seperti penerimaan, tanggapan, penilaian, organisasi, sampai pada tingkat kemampuan kompleks seperti penilaian kompleks, atau disebut dengan pembentukan gaya hidup.[5]
Penerimaan adalah kesadaran atau sensitivitas terhadap adanya ide-ide tertentu, bahan, atau fenomena. Artinya kesediaan peserta didik untuk menghadiri berbagai aktivitas yang berhubungan dengan mata pelajaran tertentu. Hal ini berkaitan dengan upaya untuk mendapatkan, memegang, dan mengarahkan perhatian peserta didik dengan bentuk kesadaran sederhana yang merupakan tingkat terendah dari domain afektif.
Tanggapan merujuk kepada tingkat yang lebih tinggi berupa partisipasi aktif dari peserta didik dalam menerima disertai dengan reaksi tertentu. Penilaian berkaitan dengan nilai yang melekat pada peserta didik tentang objek tertentu, fenomena, atau perilaku yang berimplikasi pada tingkat penerimaan dan komitmen. Pencapaian hasil belajar teridentifikasi dengan jelas dari ranah penilaian. Organisasi merujuk pada upaya menyatukan nilai yang berbeda, menyelesaikan konflik, dan membangun sistem nilai internal yang konsisten. Penekanannya berada pada perbandingan, hubungan, dan sintesis terhadap hasil belajar dan interaksi interpersonal yang signifikan. Pada tingkat tertinggi dari domain afektif, ditandai dengan penilaian kompleks, sistem nilai peserta didik mengontrol perilaku dalam waktu yang cukup lama guna membentuk gaya hidup atau karakter. Belajar pada tingkat ini mencakup berbagai aktivitas, sosial, serta individu. Domain afektif dalam tujuan pembelajaran dapat digambarkan sebagai berikut[6] :




Internalisasi



Organisasi
integrasi nilai -


Penilaian
membuat konsep
nilai ke dalam

Tanggapan
memberikan
nilai dan meme-
system yang
Penerimaan
Menanggapi
penilaian dan
cahkan perbedaan
mengontrol
Mengikuti
stimulus
kelayakan sesuatu
nilai-nilai yg ada
perilaku

Gambar 1 Proses Domain Afeksi
Berdasarkan klasifikasi domain proses afeksi sebagaimana digambarkan diatas, maka penjelasan tentang tingkatan dan kata kerja operasional sebagai berikut[7] :
Tabel 1 Proses Domain Afeksi
Penerimaan :
contoh : mendengarkan orang lain dengan hormat, mengingat nama orang yang baru diperkenalkan.
kata kerja operasional :
menanyakan, memilih, mendeskripsi-kan, mengikuti, memberikan, meme-gang, mengidentifikasi, meletakkan, memberi nama, menunjuk, menduduk-kan, menegakkan, menggunakan.
Pemberian tanggapan :
Contoh : berpartisipasi dalam diskusi kelas, memberikan presentasi, pertanyaan cita-cita baru, konsep, model, dan lain-lain, menge-tahui aturan keselamatan dan mempraktik-kannya.
kata kerja operasional :
menjawab, menolong, membantu, me-nyesuaikan, mengonfirmasi, mendis-kusikan, menyapa, membuat label, melakukan, mempraktikkan, menyaji-kan, membaca, mendeklamasikan, me-laporkan, memilih, mengatakan, menulis.
Penilaian :
Contoh : menunjukkan kepercayaan dalam proses demokrasi, sensitif terhadap individu dan perbedaan budaya, menunjukkan kemampuan untuk memecahkan masalah, mengusulkan rencana perbaikan sosial dan mengikuti dengan komitmen, serta mengelola hal-hal yang memiliki kekuatan.
kata kerja operasional :
menyelesaikan, mendemonstrasikan, membedakan, menjelaskan, mengikuti, membentuk, memulai, mengundang, bergabung, membenarkan, mengusul-kan, menyimak, melaporkan, memilih, membagi, mengkaji.
Pengorganisasian :
Contoh : menyadari kebutuhan untuk menyeimbangkan antara kebebasan dan perilaku yang bertanggung jawab, menerima tanggung jawab atas perilaku seseorang, menjelaskan peran perencanaan sistematis dalam memecahkan masalah, menerima standar etika professional, membuat rencana hidup selaras dengan kemempuan, minat, dan keyakinan, memprioritaskan waktu secara efektif untuk memenuhi kebutuhan organisasi, keluarga, dan diri.
kata kerja operasional :
melekat, mengubah, menyusun, menggabungkan, membandingkan, mempertahankan, membela, menjelas-kan, merumuskan, menggeneralisasi, mengidentifikasi, menggabungkan, memodifiasi, memerintah, mengorga-nisasi, mempersiapkan, menghubung-kan, mensintesis.

Internalisasi :
Contoh : menampilkan kemandirian ketika bekerja secara independen, bekerja sama dalam kegiatan kelompok, menggunakan pendekatan objektif dalam pemecahan masalah, menampilkan komitmen professional untuk praktik etis, merevisi penilaian dan perubahan perilaku dalam hubungannya dengan adanya kejadian baru, dan menilai orang apa adanya, bukan bagaimana mereka terlihat.
kata kerja operasional :
menindaki, memberi perlakuan, mem-perbedakan, mempertunjukkan, me-mengaruhi, mendengarkan, memodifi-kasi, mengusulkan, memenuhi syarat, mempertanyakan, merevisi, melayani, memecahkan (persoalan), mem-verifikasi.

Jika menggunakan hierarki Krathwohl dalam merancang pembelajaran di lingkungan kita masing-masing, maka peserta didik tidak saja didorong untuk menerima informasi yang disajikan melalui proses pembelajaran, tetapi harus diarahkan pada bagaimana memberi tanggapan, melakukan penilaian, mengelola dalam berbagai bentuk dan variasi, melainkan juga harus diarahkan pada bagaimana membentuk pribadi  yang mandiri sehingga memiliki karakter untuk berbicara dan menyampaikan pendapat, bersikap, dan berperilaku.[8]
Dalam taksonomi Bloom, komponen afeksi yang berhubungan dengan aspek emosional manusia adalah sikap. Sikap merupakan pola pikir atau kecenderungan untuk bertindak dengan cara tertentu disebabkan oleh pengalaman dan temperamen idividu. Pada hakikatnya Sikap adalah kombinasi dari kepribadian (personality), yang mencakup keyakinan, nilai, perilaku, dan motivasi. Oleh karena itu, sikap berhubungan langsung dengan emosi dan juga keputusan untuk mengambil tindakan, bukan produk dari pengetahuan. Artinya, sikap timbul dari suatu kepercayaan atau keyakinan terhadap sesuatu yang diikuti dengan emosi, sikap memiliki pengaruh langsung pada pilihan individu untuk melakukan tindakan.[9]
C.    Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan pembelajaran adalah sekumpulan asumsi yang saling berhubungan dan terkait dengan pembelajaran. Pendekatan pembelajaran mengacu pada sebuah teori belajar yang digunakan sebagai prinsip dalam proses belajar-mengajar.[10]
Pendekatan pembelajaran yang sering digunakan adalah pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning) atau disingkat CTL. Pendekatan kontekstual (CTL) merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan konten pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan / atau tenaga kerja. Pendekatan CTL merupakan reaksi terhadap teori behaviorisme. Pendekatan CTL menganggap bahwa belajar merupakan proses yang kompleks dan multitahap dan terjadi tanpa prinsip stimulus-respons.[11]
D.    Model Pembelajaran
Joyce dan Weil[12] membagi model pembelajaran dalam empat kelompok, yaitu : pertama, Kelompok model pembelajaran perilaku (Behavioral systems family); kedua, Kelompok model pembelajaran pemrosesan informasi (information processing family); ketiga, Kelompok model pembelajaran interaksi sosial (social family); dan keempat, Kelompok model pembelajaran personal (personal family). Tujuan utama menggunakan pembelajaran ini adalah: 1) membantu peserta didik bekerja bersama untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah; 2) mengembangkan keterampilan berhubungan dengan orang lain; dan 3) menyadari nilai-nilai pribadi dan sosial.
Berikut ini merupakan  model yang mendukung berjalannya pembelajaran berbasis nilai, disertai dengan  sintaks, sistem sosial, prinsip reaksi, dan sistem pendukungnya[13] :
1.      Model pembelajaran investigasi kelompok
a.       Sintaks
Fase 1 : Dihadapkan dengan situasi atau sebuah teka-teki
Fase 2 : Eksplorasi reaksi terhadap situasi
Fase 3 : Merumuskan tugas dan organisasi belajar
Fase 4 : Belajar mandiri dan berkelompok
Fase 5 : menganalis kemajuan dan proses belajar
Melakukan aktivitas berulang (siklus)
b.      Sistem sosial
Suasana harus mendukung kegiatan belajar, dimana negosiasi dibutuhkan oleh peserta didik. Pembelajaran dilakukan untuk membangun iklim kooperatif dalam melakukan penyelesaian masalah secara demokratis.
c.       Prinsip reaksi
Guru bertindak sebagai fasilitator dengan membantu peserta didik dalam merumuskan rencana, melaksanakan proses, mengatur kerja kelompok, dan sebagainya. Peserta didik menentukan jenis informasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, serta mengevaluasi hasil yang diperoleh secara berkelompok.
d.      Sistem pendukung
Lingkungan belajar harus dapat merespons atau mendukung kebutuhan peserta didik.
e.       Dampak
Deskripsi dampak instruksional dan pengiring model pembelajaran investigasi berkelompok adalah sebagai berikut.











Gambar 2 Dampak model pembelajaran investigasi kelompok

2.      Model pembelajaran bermain peran[14]
a.       Sintaks
Fase 1 : Hangatkan suasana, Identifikasi atau berikan permasalahan , Nyatakan permasalahan secara eksplisit, Interpretasi cerita permasalahan, Jelaskan tentang permainan peran
Fase 2 : Pilih peserta yang akan berpartisifasi, Analisis peran yang akan dima-inkan, Pilih pemain peran
Fase 3: Atur suasana dan tempat permainan peran, Atur jalannya cerita dan tindakan yang akan dilakukan, Atur situasi permasalahan yang akan dimainkan
Fase 4: Persiapkan pengamat, Tentukan apa yang akan diamati, Berikan tugas pengamatan
Fase 5 : Lakukan permainan, Mulai bermain peran, Lakukan permainan, berhenti sementara
Fase 6: Diskusi dan evaluasi, Telaah tindakan dalam permainan peran, Dis-kusikan fokus utama, Kembangkan tindakan peran selanjutnya
Fase  7: Beraksi Kembali, Lakukan peran yang telah direvisi, Berikan saran untuk tahap selanjutnya
Fase  8 : Diskusi dan evaluasi seperti pada fase 6
Fase 9: Berbagi pengalaman dan melakukan generalisasi, Hubungkan situasi permainan dengan permasalahan yang dibahasatau permasalahan nyata, Eksplorasi prinsip-prinsip umum tentang perilaku.
b.      Sistem sosial
Guru bertanggung jawab memulai pembelajaran dan membimbing peserta didik dalam setiap fase. Isi diskusi dan permainan peran sebagian besar ditentukan oleh peserta didik.
c.       Prinsip reaksi
Guru menerima respons semua peserta didik tanpa melakukan penilaian, menolong siswa melakukan eksplorasi permasalahan dari berbagai sudut pandang, dan membandingkan beberapa pandangan. Tingkatkan kesadaran peserta didik akan pandangan dan perasaannya dengan melakukan refleksi, menerangkan, dan merangkum respons peserta didik. Tekankan bahwa ada beberapa alternatif untuk menyelesaikan permasalahan.
d.      Sistem pendukung
Pembelajaran ini membutuhkan dukungan bahan dan alat yang diperlukan untuk menyajikan permasalahan dan jalan cerita permainan.
e.       Dampak
Dampak instruksional dan pendamping model pembelajaran bermain peran dideskripsikan dalam bagan berikut.









 
Gambar 3 Dampak model pembelajaran bermain peran


[1] Dr. Ridwan Abdullah Sani, M.Si. Inovasi Pembelajaran, (Jakarta : Bumi Aksara, 2013) hal. 40
[2] John W. Santrock, Remaja, ( Penerbit Erlangga, 2007) hal.326
[3] Dr. Muhammad Yaumi, M.Hum., M.A., Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), hal. 27
[4] Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran ….., hal. 88
[5] Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran ….., hal. 94
[6] Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran ….., hal. 95
[7] Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran ….., hal. 95
[8] Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran ….., hal.97
[9] Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran ….., hal.107
[10] Ridwan Abdullah Sani, Inovasi Pembelajaran….., hal.91
[11] Ridwan Abdullah Sani, Inovasi Pembelajaran….., hal.92
[12] Ridwan Abdullah Sani, Inovasi Pembelajaran….., hal.98
[13] Ridwan Abdullah Sani, Inovasi Pembelajaran….., hal.105
[14] Ridwan Abdullah Sani, Inovasi Pembelajaran….., hal.106

No comments:

Post a Comment