Hanya karena matahari menyembul dari ufuk timur
Kau bilang ini pagi?
bagiku harihariku tetap malam
Dan sapa yang kau bilang hangat
Tetap dingin dan hambar
Seperti sayur tanpa garam
Atau kopi tanpa racikan
Atau teh tanpa aroma
Atau warna tanpa cahaya
Atau puisi tanpa rima, jeda dan tanda baca
Sehambar tulisanku yang tanpa jiwa
Kau menunggu?
Hah?
bukankah kau yang meninggalkanku
Kau jijik melihat air mata
Begitu kotor katamu
Apalagi cinta
sangat tidak berharga
Dan kau benci itu
Kau bilang jiwaku kacau
Karena rindu berkicau-kicau
Rindu yang bau
Seperti apak yang tak bersih seminggu
Ini bukan luka
Ini keangkuhanku
Ini kesombonganku
Dan juga kebodohanku
Ya, bodoh
Seperti yang kau keluhkan
Ini bukan tentang dia dan dia tapi kamu
Kamu yang membaca
Yang ingin mengobatiku dengan racun bunga
Bukan apa-apa
Aku tak mati
Hanya sedikit koma
koma diantara titik yang hilang
Ya, aku merah sekarang
Bukan merah mawar tapi api
Membakar rumah tak berpenghuni
Jangrik-jangkrik malam yang bersarang terbakar
Meronta-ronta
Dan kau tetap bilang ini pagi?
kau kira embun bisa sembuhkan dahagaku yang makar?
Meski gigil aku tetap dahaga
bahkan selimut itu tetap dingin
Sedingin kematian yang kupeluk
Kau bukan bendungan untuk arus laraku
Bukan pula samudra untuk ombak lirihku
Kau hanya oase fatamorgana
Yang kau bilang ada namun fana
Yang kau bilang sejati tapi
Bukan apa-apa
Aku tersesat lagi
Dan seperti yang kau katakan
Berantakan
Aku tersesat lagi
Dan seperti yang kau katakan
Berantakan
Jakarta
16 Januari 2015
No comments:
Post a Comment