Bertarung Dengan
Bayangan
Malam semakin
sunyi…. Langit pun mewakili isi hati, gemericik hujan bernyanyi di atap rumah
kost menambah rasa pilu. Teringat kata-katanya yang membuat hatiku yakin, tapi
seketika keyakinan ini musnah seiring pengkhianatan yang ia lakukan. Dulu di
masa silam memang aku pernah melakukan hal yang sama terhadapnya, tapi mengapa
baru kini ia membalasnya, disaat tak ada lagi keraguan dihatiku untuknya,
terlalu sakit rasanya untuk direnungkan. Ternyata bergelut dengan bayang-bayang
lebih mengerikan dibanding perang dengan seribu lawan bersenjata pedang.
Harus ku akui
bahwa hati ini sangat membutuhkannya. Tapi disisi lain seolah dia tak berharap
untuk mengisi hati ini. Harus bagaimana lagi? Dia lebih nyaman dengan hati yang
telah termiliki orang lain. Sedangkan aku? Aku bukan apa-apa baginya. Aku hanya
hati yang lemah, hati yang luluh dengan satu kata maaf, hati yang luluh dengan
segala kepura-puraan, hati yang sepenuhnya mempercayai kebohongan, hati yang
bersedia mengorbankan debarannya.
Sesekali hati
ini merindu, tapi mengapa semakin merasa rindu semakin lemah debaran ini.
Rasanya hati ini tak ingin berdebar lagi. Lalu untuk apa ia bertahan? Apa yang
harus dipertahankan?ada banyak hati yang menginginkan hatiku dan hatinya
bersatu. Jika hati tersebut terpisah, akan ada banyak hati yang mengeluh.
Mengeluhkan penyesalan. Mengeluhkan keputusan hati yang lemah. Lantas apa yang
bisa hati ini perbuat?
Sebaiknya
kutanyakan kepada sang Maha Cinta, dalam keheningan di jantung malam, memohon
untuk mendapat bimbingan, namun Tuhan berbisik kedalam sukma “bagaimana Aku
tidak memberikan rasa sakit kepadamu, sedang hatimu dan hatinya selalu
mengkhianati aku, Aku berikan kau Nikmat yang tak terhingga, mana rasa
syukurmu? Sampai kuberikan kau setumpuk cobaan, tak juga kau berDzikir
kepadaku, mengapa ketika kuberikan rasa sakit itu kau baru menghadapKu? Apa
saja yang kau lakukan selama ini?
Aku hanyabisa
merenung tanpa ujung.
No comments:
Post a Comment