A.
Pengertian
Tradisi
Menurut Shils, tradisi berarti segala sesuatu yang disalurkan atau
diwariskan dari masa lalu ke masa kini. [1]
sedangkan menurut Pasurdi Suparlan, tradisi merupakan unsur sosial budaya yang telah
mengakar dalam kehidupan masyarakat dan sulit berubah. Meredith Mc.Guire melihat
bahwa dalam masyarakat pedesaan umumnya tradisi erat kaitannya dengan agama.
B.
Pengertian
Kebudayaan
Kata kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta buddhayah yang
merupakan bentuk jamak dari budhi yang berarti budi dan akal. Kebudayaan
diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi dan akal. Adapun
istilah culture merupakan istilah bahasa asing yang sama artinya dengan kebudayaan, berasal dari
bahasa Latin colere yang artinya mengolah atau mengerjakan, yaitu
mengolah tanah bertani. Dari asal arti tersebut yaitu colere kemudian culture,
diartikan sebagai daya dan kegiatan manusia untuk mengubah dan mengolah
alam.[2]
Sedangkan menurut E.B. Tylor, kebudayaan adalah komplek yang
mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan
kemampuan-kemampuan lain serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai amggota masyarakat.[3]
C.
Tradisi
keagamaan dan sikap keagamaan
Tradisi keagamaan
pada dasarnya merupakan pranata keagamaan yang sudah baku oleh masyarakat
pendukungnya. Dengan demikian tradisi keagamaan sudah merupakan kerangka acuan
norma dalam kehidupan perilaku masyarakat. Dan tradisi keagamaan sebagai
pranata primer dari kebudayaan memang sulit untuk berubah karena keberadaannya
didukung oleh bahwa pranata tersebut menyangkut kehormatan, harga diri dan jati
diri masyarakat pendukungnya.
Menurut Robert
Monk hubungan antara sikap keagamaan dan tradisi keagamaan adalah sikap keagamaan
perorangan dalam masyarakat yang menganut suatu keyakinan agama merupakan unsur
penopang bagi terbentuknya tradisi keagamaan.
Tradisi
keagamaan memberi pengaruh dalam membentuk pengalaman dan kesadaran agama.
Sikap keagamaan yang terbentuk oleh tradisi keagamaan merupakan bagian dari
pernyataan jati diri seseorang dalam kaitan dengan agama yang dianutnya. Sikap
keagamaan ini akan ikut mempengaruhi cara berpikir, cita, rasa, atau penilaian
seseorang terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan agama. Tradisi
keagamaan dalam pandangan Robert C Monk memiliki dua fungsi utama. Pertama sebagai
kekuatan yang mampu membuat kestabilan dan keterpaduan masyarakat maupun
individu. Kedua, sebagai agen perubahan dalam masyarakat atau individu.[4]
D.
Kebudayaan
dan Era Globalisasi serta Pengaruhnya Terhadap Jiwa Keagamaan
Secara fenomena kebudayaan dalam era globalisasi mengarah kepada
nilai-nilai sekuler yang besar pengaruhnya trhadap perkembangan jiwa keagamaan,
khususnya di kalangan generasi muda. Misalnya, munculnya sikap toleransi yang
tinggi terhadap perbedaan agama di kalangan kelompok moderat serta munculnya
sikap fanatik keagamaan yang muncul di kelompok fundamental.
Era globalisasi memberikan perubahan besar pada tatanan dunia
secara menyeluruh dan perubahan itu dihadapi bersama sebagai suatu perubahan
yang wajar. Sebab mau tidak mau, siap tidak siap perubahan diperkirakan bakal
terjadi. Dikala manusia dihadapkan pada malapetaka sebagai dampak perkembangan
dan kemajuan modernisasi dan perkembangan teknologi itu sendiri.
Dalam kondisi seperti itu barangkali manusia mengalami konflik
batin secara besar-besaran. Konflik tersebut sebagai dampak ketidak seimbangan
antara kemampuan iptek yang menghasilkan kebudayaan materi yang kosong ruhani.
Kegoncangan batin ini barangkali akan mempengaruhi kehidupan psikologi manusia.
Pada kondisi ini manusia akan mencari ketentraman batin antara lain agama.[5]
E.
Agama
Sebagai Unsur Sentral Kebudayaan
Kita telah melihat bahwa agama bis berhubungan dengan
perubahan-perubahan dalam berbagai cara yang rumit. Agama dapat merupakan
penggerak dan penunjang perubahan atau ia menjadi lawan tangguh yang sangat
tegar. Ia dapat pula sangat terlihat dalam perubahan atau berada jauh dari
pusat daerah perubahan yang menentukan, atau efeknya dirasakan jauh kemudian.
Agama merupakan aspek sentral dan fundamental dalam kebudayaan dan
kebudayaan dalam arti keseluruhan, isi konkrit yang terkandung di dalamnya bisa
saja harmonis atau konflik dengan situasi yang ada dalam masyarakat atau dengan
proses transformasinya ke depan. Anggapan agama sebagai salah satu unsur inti
dalam kebudayaan akan membantu kita meringkas arti penting agama bagi manusia.
Seperti kebudayaan, agama pun dapat digambarkan sebagai suatu rancangan
dramatis yang berfungsi untuk mendapatkan kembali sense of flux[6]
atau gerak yang sinambung dengan cara menanamkan pesan dan proses serentak
dengan penampilan tujuan, maksud dan bentuk historis. Agama seperti halnya
kebuidayaan, merupakan transformasi simbolis pengalaman.
Agama sebagai unsur penting dalam kebudayaan memberikan bentuk dan
arah pada pikiran, perasaan dan tindakan manusia. Ia menyeimbangkan orientasi
nilai aspirasi dan ego ideal manusia. Di dalam masyarakat sekuler,
ketidakstabilan agama dan nilai yang diturunkannya pada tingkat tertentu akan
kian jelasterlihat dan dianggap tidak lagi mungkin melayani masyarakat kuno
atau tradisional.
[1] Piotr Sztompka, Sosiologi Perubahan Sosial (Jakarta: Prenada,
2007). hlm 72
[2] Soejono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2000) hlm. 188
[3] Ibid
[4] Jalaludin, Psikologi Agama (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2005) hlm.203
[5] Ibid, hlm. 205-210
[6] Benjamin Nelson, Self Imagesand System of Spiritual Direction in
the History of European Civilization.